Kewirausahaan Sosial untuk Indonesia
Pengisi: Goris Mustaqim dari Garut
Indonesia adalah termasuk negara dengan penduduk
terpadat di dunia dengan prosentase pemuda adalah 36,4% dari 238 juta jiwa
dengan angkatan kerja 113,74 juta jiwa. Jumlah yang sangat tinggi ini
menjadikan masyarakat bersifat konsumtif dan menjadikan Indonesia sebagai
target market yang sangat besar. Namun disisi lain, jumlah penduduk yang sangat
besar dapat berdampak buruk jika tidak tercukupinya jumlah lapangan pekerjaan.
Menurut sensus, Indonesia akan mendapatkan bonus
demografi pada tahun 2020 dimana sebagian besar penduduk Indonesia adalah
pemuda produktif. Hal
ini tentunya berdampak pada besarnya angkatan kerja dan income yang dihasilkan.
Akan tetapi, bonus demografi ini hanya bisa tercapai apabila jumlah angkatan
kerja sebanding dengan ketersediaan pekerjaan yang ada. Untuk itu, jiwa
kepemimpinan atau leadership akan sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan
lapangan-lapangan pekerjaan dimasa depan. Secara garis
besar leadership berarti proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa
visi ke dalam kehidupan.
Lalu,
apasajakah yang harus diperhatikan oleh seorang leader untuk menumbuhkan
potensi lapangan pekerjaan?
- · Seorang leader hendaknya memiliki pengalaman luas dan dapat membandingkan kondisi Indonesia dengan luar negeri. Hal ini penting untuk mengetahui berapa besar potensi atau oportuniti yang kita miliki untuk membangun sebuah bisnis, dengan perbandingan kita juga bisa mengetahui seberapa jauh kita tertinggal dengan negara maju,
- · Daerah terpencil pasti memiliki kepadatan penduduk rendah, kurangnya SDA dan SDM. Namun seorang leader harus mampu menjembatani agar daerah tersebut accessible sehingga potensi daerah dapat dikembangkan,
- · Seorang leader mampu menjembatani masalah social dengan pendekatan kewirausahaan,
- · Seorang dengan jiwa kewirausahaan mampu membuat sebuah social enterprise yang dilengkapi dengan bisnis model agar bisnis yang dijalankan dapat berjalan secara berkesinambungan,
- · Memanfaatkan dan mengangkat potensi daerah dan agar nama daerah terangkat serta melibatkan masyarakat setempat agar memiliki rasa tanggung jawab, dengan demikian bisnis dapat terjaga dengan baik.
Satu contoh riil adalah kelompok ASGAR (asal Garut)
yang dibentuk oleh Saudara Goris Mustaqim yang berhasil membangkitkan ekonomi
masyarakat. Program yang berhasil dikembangkan antara lain peternakan domba
garut, bimbingan belajar, baitulmal (BMT) dan investasi dalam hal pertanian
(penanaman berbagai pohon untuk diambil kayunya).
Satu hal yang harus diubah dalam padadigma pendidikan Indonesia
adalah kurikulum di Indonesia tidak membentuk pola pikir masyarakat untuk
berwirausaha. Seperti yang dikutip dari pemikiran Bapak Ahmad Sudrajat, seorang
praktisi pendidikan di Kuningan, hal yang selama ini terjadi adalah orang tua
atau dosen mendorong anak didiknya untuk lulus secepat mungkin, mendapat nilai
bagus dan kemudian mendapatkan pekerjaan yang baik, atau… dengan kata lain, become follower rather than leader.
Seharusnya kita harus menjadi incubator kewirausahaan
untuk mempercepat pengembangan perekonomian. Menjadi leader pun harus mempunyai
deferensiasi agar bisnis kita tidak mudah ditiru oleh orang lain dan dapat
terus berjalan.
Jika 5% penduduk Indonesia mempunyai jiwa
kewirausahaan dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, niscaya seluruh
angkatan kerja di Indonesia mempunyai pekerjaan; dan jika 7% penduduk Indonesia
adalah leader, maka jumlah lapangan pekerjaan yang ada akan lebih banyak dari
ketersediaan tenaga kerja itu sendiri. Artinya Indonesia telah berada pada
kondisi financial yang mapan dan siap mengimpor tenaga kerja asing.
Referensi:
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/06/29/konsep-kewirausahaan-dan-pendidikan-kewirausahaan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan
No comments:
Post a Comment